Sebagai seorang pendatang yang memegang visa permanent resident di Jerman, saya berkewajiban mengikuti Integration Course atau kursus Bahasa Jerman yang biayanya 60% ditanggung oleh Bundesamt atau Kantor Catatan Sipil Kependudukan di Jerman dan 40% lagi ditanggung pribadi yaitu sebesar 100 euro per 100 jam. Kursus Bahasa Jerman ini berlangsung selama 600 jam atau kurang lebih 10 bulan, kursus ini memiliki tahapan sebagai berikut: Level A1 untuk pemula atau pre elementary, Level A2 untuk elementary, dan Level B1 untuk pre intermediate. Setelah menyelesaikan kursus selama 600 jam, saya diwajibkan untuk mengikuti DTZ Prüfung (Deutsch-Test für Zuwanderer) atau dengan kata lain Ujian test Bahasa Jerman untuk Imigran yang diadakan selama 2 hari berturut-turut. Bobot penilaian untuk dinyatakan lulus dan mendapatkan sertifikat B1 minimum 65% dari keseluruhan total hasil ujian yang terdiri dari 25% schreiben atau menulis, 25% lesen atau membaca, 25% hören atau mendengarkan, dan 25% Mündlich atau percakapan. Jika saya gagal mendapatkan sertifikat B1, saya diwajibkan untuk mengulang mengikuti kursus Bahasa Jerman selama 300 jam dan masih mendapatkan bantuan biaya kursus dari Bundesamt yang sebesar 60%, jika setelah mengulang 300 jam dan mengikuti ujian kembali untuk kedua kalinya dan saya masih saja belum lulus mendapatkan sertifikat B1, maka saya masih diperbolehkan mengulang mengikuti kursus Bahasa Jerman kembali dengan biaya 100% ditanggung pribadi. Karena Bundesamt hanya membantu membayar biaya kursus maksimum selama 900 jam untuk tiap pendatang atau imigran. Jika setelah menyelesaikan kursus selama 600 jam dan saya berhasil lulus mendapatkan sertifikat B1, Bundesamt akan mengembalikan 50% dari biaya kursus yang sudah saya bayarkan ke Volk Hoch Schule (VHS) sebagai lembaga yang ditunjuk untuk menyelenggarakan kursus Bahasa Jerman tersebut, yang besarnya sekitar 300 euro. Lumayan khan hitung-hitung saya hanya membayar 300 euro untuk 600 jam which is sangat murah dibandingkan kursus Bahasa Jerman di Goethe Institut Jakarta. Tapi memang perjuangannya cukup panjang sampai bisa menyelesaikan kursus tersebut selama kurang lebih 10 bulan karena saking banyaknya hari libur di Jerman, padahal kalau dipikir-pikir 600 jam itu bukanlah waktu yang lama.
Saya mengikuti Integration Course sejak November 2011 sampai dengan saat ini, dan insyaallah saya akan mengikuti ujian DTZ Prüfung pada tanggal 13 dan 14 Juli 2012. Mudah-mudahan saya lulus berhasil mendapatkan sertifikat B1 tanpa harus mengulang, supaya saya bisa segera mencari pekerjaan part time atau permanent job di Jerman atau melanjutkan kursus B2 atau Intermediate, C1 atau Pre Advanced dan C2 atau Advanced Bahasa Jerman dengan biaya sepenuhnya ditanggung sendiri. Saya memulai kursus ini agak telat satu bulan dari teman-teman saya di kelas, mereka memulai kursus Bahasa Jerman ini sejak Oktober 2011, tapi dengan bekal pengalaman kursus di Goethe Institut Jakarta selama enam bulan sebelum saya ke Jerman, paling tidak saya tahu sedikit banyak mengenai basic Bahasa Jerman. Kursus Bahasa Jerman ini berlangsung dari Senin sampai Jum'at dari jam 8:30 sampai 11:45, memang cukup menguras tenaga karena setiap hari saya harus bangun pagi-pagi supaya bisa naik bus yang datang setiap satu jam sekali dan terjadwal, jadi kalau saya ketinggalan bus yang jam 7:22 pagi saya harus menunggu satu jam ke depan untuk bisa naik bus yang datang jam 8:22 dan otomatis saya datang terlambat ke tempat kursus, karena perjalanan dari rumah saya ke tempat kursus memakan waktu sekitar 30 menit.
Sebelum mengikuti Integration Course ini bahasa Jerman saya sangat pasif, maklum walaupun sudah beberapa bulan tinggal di Jerman saya selalu menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan suami saya. Tetapi setelah mengikuti Integration Course saya dituntut untuk sebisa mungkin mempraktekan bahasa Jerman saya dengan suami saya, berbicara dengan tetangga saya dan terlebih lagi dengan teman-teman kursus saya di kelas karena tidak semua dari mereka bisa berbahasa Inggris. Padahal kalau dipikir-pikir dulu saya sangat tidak tertarik untuk belajar bahasa Jerman bahkan walaupun saya sudah kursus di Goethe Institut Jakarta selama enam bulan tapi tetap saja nilai sertifikat saya pas-pasan. Maklum keinginan belajar bahasa Jerman dulu hanya untuk kepentingan pembuatan visa menikah di Jerman dimana saya diharuskan untuk melampirkan sertifikat A1 oleh kedutaan Jerman di Jakarta. Guru Bahasa Jerman saya di Volk Hoch Schule selalu bilang belajar bahasa Jerman harus dari hati, harus ada "Lust-nya" atau keinginan atau bahasa Inggrisnya harus ada "Will-nya". Kalau teman saya Peidi yang berasal dari Shanghai Cina bilang: "We have to have Passion Dayah, without Passion it is useless", sama seperti kita belajar bahasa Inggris yang sangat bersemangat dan menggebu-gebu untuk menguasai bahasa Inggris. Tapi memang bahasa Jerman ini gramatiknya lebih susah dibandingkan dengan bahasa Inggris, kalau dulu saya mengenal 16 Tenses di dalam bahasa Inggris yang saya pelajari sampai ngelotok di bangku kuliah, kalau bahasa Jerman lebih ribet lagi karena setiap benda mempunyai artikel der, das atau die yang artinya kalau der berarti benda itu maskulin, das berarti benda itu neutrum atau netral, dan die berarti benda itu feminin. Walaupun guru saya memberikan catatan rangkuman garis besar bagaimana kita mengetahui benda itu mempunyai artikel der, das atau die tapi tetap saja tidak menjamin 100% keakuratannya dan saya diharuskan untuk banyak menghafal supaya kalau bicara ke orang Jerman tidak salah artikelnya karena artikel tersebut sangat berpengaruh terhadap kata depan atau preposition, kata ganti posesif atau possessive pronouns dan berbagai gramatik Jerman. Sekitar enam bulan sudah saya kursus bahasa Jerman dengan native speaker malah lebih memudahkan saya memahami struktur gramatik bahasa Jerman dan saya jadi agak sedikit lebih pintar sekarang dibandingkan sewaktu les di Goethe Institut Jakarta. Walaupun beberapa teman-teman saya di tempat kursus bilang logat bahasa Jerman saya masih dipengaruhi oleh logat bahasa Inggris, dan saya akui kadang kala penyusunan kalimat bahasa Jerman saya masih dipengaruhi oleh penyusunan kalimat dalam bahasa Inggris yang sebenarnya sangat berbeda. Kalau saya bicara agak lamban, struktur gramatik bahasa Jerman saya benar tetapi kalau saya sudah bicara agak cepat struktur gramatiknya salah walaupun orang Jerman juga masih mengerti apa yang saya maksud dengan kalimat saya tersebut. Seperti yang selalu guru Bahasa Jerman saya bilang, sebelum bicara harus pikir dulu, jangan setelah berbicara baru berpikir dan biasakanlah berbicara bahasa Jerman dengan struktur gramatik yang benar maka lama-lama kita akan terbiasa.
Berbicara mengenai Integration Course, saya ingin sedikit bercerita mengenai latar belakang Integration Course yang diwajibkan oleh pemerintah Jerman, menurut cerita suami saya dan guru Bahasa Jerman saya, mereka mempunyai cerita yang kurang lebih sama. Jadi Integration Course ini berlangsung kurang lebih sejak lima atau enam tahun yang lalu karena sebelumnya program wajib Integration Course ini tidak pernah ada. Yang melatarbelakanginya karena sudah semakin banyak imigran pendatang dari luar Jerman seperti dari Turki, Yunani, Italia, Slovakia, Rumania, Brazil, Polandia, Kroasia, Serbia, Kosovo, Rusia, Cina, Vietnam, Thailand, Filifina, Srilanka, India, Afghanistan, Iran, Tunisia, Kongo, Togo, termasuk Indonesia dan masih banyak lagi negara-negara lain khususnya negara-negara eropa yang berdekatan dengan Jerman. Banyak dari imigran tersebut tidak bisa berbahasa Jerman walaupun mereka sudah tahunan bahkan berpuluh-puluh tahun tinggal di Jerman. Jadi memang agak sedikit aneh kalau melihat orang yang sudah lama tinggal di Jerman tapi bahasa Jermannya masih sangat pasif, untuk itu pemerintah Jerman membuat program Integration Course untuk setiap imigran pendatang yang tinggal di Jerman, agar mereka bisa berbahasa Jerman karena mereka sudah merupakan bagian dari negara Jerman dengan mengantongi visa ijin tinggal permanen. Setelah hampir satu tahun tinggal di Jerman, saya melihat memang Jerman merupakan salah satu negara yang terbuka terhadap masuknya para imigran dari luar negeri untuk menetap di Jerman dan bahkan banyak dari mereka yang akhirnya memiliki paspor Jerman atau dengan kata lain berpindah kewarganegaraan yang syaratnya tidak terlalu susah, hanya dengan tinggal di Jerman minimum delapan tahun dan lulus ujian tertulis dan lisan berbahasa Jerman dari kantor imigrasi Jerman, maka seseorang sudah bisa mengantongi paspor Jerman atau pindah kewarganegaraan. (bersambung)
Saya mengikuti Integration Course sejak November 2011 sampai dengan saat ini, dan insyaallah saya akan mengikuti ujian DTZ Prüfung pada tanggal 13 dan 14 Juli 2012. Mudah-mudahan saya lulus berhasil mendapatkan sertifikat B1 tanpa harus mengulang, supaya saya bisa segera mencari pekerjaan part time atau permanent job di Jerman atau melanjutkan kursus B2 atau Intermediate, C1 atau Pre Advanced dan C2 atau Advanced Bahasa Jerman dengan biaya sepenuhnya ditanggung sendiri. Saya memulai kursus ini agak telat satu bulan dari teman-teman saya di kelas, mereka memulai kursus Bahasa Jerman ini sejak Oktober 2011, tapi dengan bekal pengalaman kursus di Goethe Institut Jakarta selama enam bulan sebelum saya ke Jerman, paling tidak saya tahu sedikit banyak mengenai basic Bahasa Jerman. Kursus Bahasa Jerman ini berlangsung dari Senin sampai Jum'at dari jam 8:30 sampai 11:45, memang cukup menguras tenaga karena setiap hari saya harus bangun pagi-pagi supaya bisa naik bus yang datang setiap satu jam sekali dan terjadwal, jadi kalau saya ketinggalan bus yang jam 7:22 pagi saya harus menunggu satu jam ke depan untuk bisa naik bus yang datang jam 8:22 dan otomatis saya datang terlambat ke tempat kursus, karena perjalanan dari rumah saya ke tempat kursus memakan waktu sekitar 30 menit.
Sebelum mengikuti Integration Course ini bahasa Jerman saya sangat pasif, maklum walaupun sudah beberapa bulan tinggal di Jerman saya selalu menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan suami saya. Tetapi setelah mengikuti Integration Course saya dituntut untuk sebisa mungkin mempraktekan bahasa Jerman saya dengan suami saya, berbicara dengan tetangga saya dan terlebih lagi dengan teman-teman kursus saya di kelas karena tidak semua dari mereka bisa berbahasa Inggris. Padahal kalau dipikir-pikir dulu saya sangat tidak tertarik untuk belajar bahasa Jerman bahkan walaupun saya sudah kursus di Goethe Institut Jakarta selama enam bulan tapi tetap saja nilai sertifikat saya pas-pasan. Maklum keinginan belajar bahasa Jerman dulu hanya untuk kepentingan pembuatan visa menikah di Jerman dimana saya diharuskan untuk melampirkan sertifikat A1 oleh kedutaan Jerman di Jakarta. Guru Bahasa Jerman saya di Volk Hoch Schule selalu bilang belajar bahasa Jerman harus dari hati, harus ada "Lust-nya" atau keinginan atau bahasa Inggrisnya harus ada "Will-nya". Kalau teman saya Peidi yang berasal dari Shanghai Cina bilang: "We have to have Passion Dayah, without Passion it is useless", sama seperti kita belajar bahasa Inggris yang sangat bersemangat dan menggebu-gebu untuk menguasai bahasa Inggris. Tapi memang bahasa Jerman ini gramatiknya lebih susah dibandingkan dengan bahasa Inggris, kalau dulu saya mengenal 16 Tenses di dalam bahasa Inggris yang saya pelajari sampai ngelotok di bangku kuliah, kalau bahasa Jerman lebih ribet lagi karena setiap benda mempunyai artikel der, das atau die yang artinya kalau der berarti benda itu maskulin, das berarti benda itu neutrum atau netral, dan die berarti benda itu feminin. Walaupun guru saya memberikan catatan rangkuman garis besar bagaimana kita mengetahui benda itu mempunyai artikel der, das atau die tapi tetap saja tidak menjamin 100% keakuratannya dan saya diharuskan untuk banyak menghafal supaya kalau bicara ke orang Jerman tidak salah artikelnya karena artikel tersebut sangat berpengaruh terhadap kata depan atau preposition, kata ganti posesif atau possessive pronouns dan berbagai gramatik Jerman. Sekitar enam bulan sudah saya kursus bahasa Jerman dengan native speaker malah lebih memudahkan saya memahami struktur gramatik bahasa Jerman dan saya jadi agak sedikit lebih pintar sekarang dibandingkan sewaktu les di Goethe Institut Jakarta. Walaupun beberapa teman-teman saya di tempat kursus bilang logat bahasa Jerman saya masih dipengaruhi oleh logat bahasa Inggris, dan saya akui kadang kala penyusunan kalimat bahasa Jerman saya masih dipengaruhi oleh penyusunan kalimat dalam bahasa Inggris yang sebenarnya sangat berbeda. Kalau saya bicara agak lamban, struktur gramatik bahasa Jerman saya benar tetapi kalau saya sudah bicara agak cepat struktur gramatiknya salah walaupun orang Jerman juga masih mengerti apa yang saya maksud dengan kalimat saya tersebut. Seperti yang selalu guru Bahasa Jerman saya bilang, sebelum bicara harus pikir dulu, jangan setelah berbicara baru berpikir dan biasakanlah berbicara bahasa Jerman dengan struktur gramatik yang benar maka lama-lama kita akan terbiasa.
Berbicara mengenai Integration Course, saya ingin sedikit bercerita mengenai latar belakang Integration Course yang diwajibkan oleh pemerintah Jerman, menurut cerita suami saya dan guru Bahasa Jerman saya, mereka mempunyai cerita yang kurang lebih sama. Jadi Integration Course ini berlangsung kurang lebih sejak lima atau enam tahun yang lalu karena sebelumnya program wajib Integration Course ini tidak pernah ada. Yang melatarbelakanginya karena sudah semakin banyak imigran pendatang dari luar Jerman seperti dari Turki, Yunani, Italia, Slovakia, Rumania, Brazil, Polandia, Kroasia, Serbia, Kosovo, Rusia, Cina, Vietnam, Thailand, Filifina, Srilanka, India, Afghanistan, Iran, Tunisia, Kongo, Togo, termasuk Indonesia dan masih banyak lagi negara-negara lain khususnya negara-negara eropa yang berdekatan dengan Jerman. Banyak dari imigran tersebut tidak bisa berbahasa Jerman walaupun mereka sudah tahunan bahkan berpuluh-puluh tahun tinggal di Jerman. Jadi memang agak sedikit aneh kalau melihat orang yang sudah lama tinggal di Jerman tapi bahasa Jermannya masih sangat pasif, untuk itu pemerintah Jerman membuat program Integration Course untuk setiap imigran pendatang yang tinggal di Jerman, agar mereka bisa berbahasa Jerman karena mereka sudah merupakan bagian dari negara Jerman dengan mengantongi visa ijin tinggal permanen. Setelah hampir satu tahun tinggal di Jerman, saya melihat memang Jerman merupakan salah satu negara yang terbuka terhadap masuknya para imigran dari luar negeri untuk menetap di Jerman dan bahkan banyak dari mereka yang akhirnya memiliki paspor Jerman atau dengan kata lain berpindah kewarganegaraan yang syaratnya tidak terlalu susah, hanya dengan tinggal di Jerman minimum delapan tahun dan lulus ujian tertulis dan lisan berbahasa Jerman dari kantor imigrasi Jerman, maka seseorang sudah bisa mengantongi paspor Jerman atau pindah kewarganegaraan. (bersambung)
6 comments:
tulisan anda mudah dimengerti dan saya menyukainya. terimakasih telah berbagi
salam,
Agung N. Kusbyantoro
Sama-sama mas, senang bisa berbagi pengalaman dengan para pembaca blog saya. Semoga bermanfaat.
Salam,
Dayah
kak dayah, gimana caranya biar dapet Permanent Residence setelah menikah dengan WN jerman? terimakasih.
Hi Challengegirl,
Setelah kamu menikah resmi di Jerman otomatis kamu akan mendapatkan permanent resident di Jerman. Suami kamu dan kamu hanya perlu ke kantor Landesamt di wilayah tempat tinggal kalian di Jerman dengan membawa paspor kamu dan akte nikah kalian, nanti pihak Landesamt akan merubah visa kamu yang berlaku 3 bulan menjadi permanent resident yang berlaku 3 tahun. Prosesnya memakan waktu kira-kira 6 minggu. Nanti kalo permanent resident kamu sudah jadi, pihak Landesamt akan mengirimkan surat ke kamu untuk memberitahukan bahwa kamu sudah bisa mengambil paspor kamu yang sudah ada sticker permanent residentnya.
Salam,
Dayah
Halo Mba Dayah,
Menarik sekali tulisannya. Kebetulan Saya akan mengikuti jejak yang sama. Besok hari pertama Saya memulai kursus di Goethe Jakarta.
Pertanyaan Saya, Mba Dayah cuma les 6 bulan ya untuk bisa mendapat sertifikat A1?
Kalo berkenan, Saya boleh minta private email addressnya? Ada beberapa yang ingin Saya tanyakan. Terima Kasih
Salam,
Dita
Hi Dita,
kamu bisa email aku di dayah.vogel@yahoo.de
Iya aku waktu itu cuma 6 bulan ikut les di goethe.
Salam,
dayah
Post a Comment